B. Analisis
PP nomor
33 tahun 2012 merupakan produk hukum dengan kekuatan hukum yang jelas, tegas
dan tertulis. Dalam ketentuan peralihan disebutkan bahwa pada saat PP ini mulai
berlaku, pengurus tempat kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum, wajib
menyesuaikan dengan ketentuan PP ini paling lama 1 (satu) tahun. PP nomor 33
tahun 2012 genap berlaku 1 tahun pada tanggal 1 Maret 2013. Dalam PP tersebut
terdapat toleransi waktu. Hal ini sesuai dengan prinsip dalam agama yang tidak
ingin memberatkan. Kekuatan besar juga terdapat pada amanat PP sesuai dengan
perintah dalam Al-Qur’an (Q.S. [2]: 233), (Q.S. Lukman [31]: 14), (Q.S. Al-Ahqaaf [46]: 15). Meskipun tidak secara
eksplisit disebutkan tentang ASI eksklusif dalam Al-Qur’an, namun perintah
kepada ibu untuk menyusukan bayinya sampai 2 tahun untuk menyempurnakan
susuannya merupakan landasan moril, kekuatan spiritual dan nyata untuk dapat
meningkatkan peran dakwah dalam Islam dalam membantu peningkatan pemberian ASI
eksklusif.
Kekuatan
regulasi PP 39 tahun 2012, selain dilihat berdasarkan dukungan peraturan
perundangan dalam bentuk PP, amanat UU, perintah agama, peran dari Kementerian
Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan
Kementerian Tanaga Kerja dan Transmigrasi juga beberapa subsantasi membutuhkan
para ahli agama, khususnya ahli fiqih dalam pembahasan pada bagian ketiga
mengenai Pendonor ASI. Substansi dakwah di sini
adalah segala aspek yang berfungsi dalam kegiatan tersebut, meliputi: 1) isi
atau pesan-pesan yang disampaikan; 2) metode penyampaian; 3) narasumber atau
da’i yang berperan; dan 4) media yang digunakan.
Pada
pasal 6 disebutkan, setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif
kepada bayi yang dilahirkan. Dalam pasal 9 dinyatakan tenaga kesehatan dan
penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu
dini terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu)
jam. Ketentuan lain yang mendukung kekuatan dalam PP adalah adanya saknsi
administratif (teguran lisan, teguran tertulis, pencabutan izin) untuk tenaga
kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk penggunaan susu formula juga
ada pelarangan untuk memberikan kepada bayi serta pembatasan penggunaan dan
promosi susu formula.
Dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada Pasal 7 Ayat (1) disebutkan mengenai
jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; serta
Peraturan Daerah. PP merupakan peraturan perundang-undangan di bawah UU. PP adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya. Keberadaan Pemerintah hanya untuk menjalankan UU. PP berlaku secara nasional di seluruh
wilayah Indonesia.
Program ASI di tempat kerja sangat penting dan memiliki nilai
strategis mengingat jumlah pekerja perempuan di Indonesia cukup besar, mencapai
39.946.327 atau 38% dari total jumlah
pekerja. Keberhasilan
program ASI di tempat kerja akan sangat berdampak pada keberhasilan program ASI
secara nasional. Untuk menggalakkan program ASI di tempat kerja, beberapa lembaga dan sarana
prasarana penunjang, seperti klinik laktasi, pojok laktasi, Hotline ASI, Sentra
Laktasi Indonesia (SELASI), Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), konselor
menyusui (breastfeeding counselor) dan
konsultan laktasi. Dalam upaya mendukung kebijakan program ASI
eksklusif saat ini mulai banyak organisasi di masyarakat sebagai bentuk
kepedulian dalam mendukung terwujudnya ibu menyusui secara eksklusif.
ASI eksklusif adalah pemberian hanya
Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai berumur enam bulan,
tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air
putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu,
biskuit, bubur nasi dan tim. Meskipun dalam Islam tidak secara tegas
menjelaskan tentang ASI eksklusif, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
pertama didasari oleh bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup
bayi, pertumbuhan dan perkembangannya.
Setidaknya dalam Al-Qur’an, terdapat 3 ayat menyebutkan lamanya waktu menyusui
atau menyapih bayi.
WHO/UNICEF
dalam Global Strategy for Infant and
Young Child Feeding merekomendasikan empat hal penting dalam pemberian
makanan bayi dan anak, yaitu 1) Memberikan ASI kepada bayi segera dalam waktu
30 menit setelah bayi lahir; 2) Memberikan hanya ASI saja atau pemberian ASI secara
eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan; 3) Memberikan makanan
pendamping ASI (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan 4)
Meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih.
Dengan demikian, rekomendasi WHO/UNICEF ini sejalan dengan apa yang telah
diperintahkan dalam Al-Qur’an.
Walaupun
sudah banyak diketahui mengenai manfaat memberikan ASI, adanya perintah agama
dan rekomendasi WHO/UNICEF serta dukungan berbagai regulasi terkait, tetapi
tingkat kesadaran masyarakat untuk memberikan ASI kepada bayinya masih rendah. Pemberian ASI secara eksklusif relatif memprihatinkan. Pemberian ASI dan makanan tambahan
yang salah berakibat pada tingginya jumlah balita penderita kurang gizi dan gizi buruk. Sekitar 6,7 juta balita atau 27,3%
dari seluruh balita di Indonesia menderita kurang gizi dan sebanyak 1,5 juta
diantaranya menderita gizi buruk. Pemberian ASI eksklusif oleh ibu untuk bayinya pada
dasarnya merupakan suatu hak bagi bayi.
Dalam
Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan tentang Peningkatan Pemberian ASI
Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja, pada Bab III mengenai Tugas dan Tanggung
Jawab disebutkan bahwa Menteri Kesehatan salah satunya bertugas dan bertanggung
jawab menyediakan, menyebarluaskan bahan-bahan komunikasi, informasi dan
edukasi tentang peningkatan pemberian ASI. Aspek komunikasi secara eksplisit
disebutkan dalam tugas dan tanggung jawab tersebut. Sedangkan dalam Peraturan
Pemerintah RI Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pada
pasal 11 dinyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif oleh pendonor ASI karena ibu
kandung tidak dapat memberikan ASI Eksklusif bagi bayinya, maka diperlukan
persyaratan diantaranya identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui
dengan jelas oleh ibu atau keluarga dari bayi penerima ASI, serta ketentuan
bahwa pemberian ASI oleh pendonor ASI wajib dilaksanakan berdasarkan norma
agama dan mempertimbangkan aspek sosial budaya, mutu, dan keamanan ASI. Tugas
dan tanggung jawab untuk menyediakan, menyebarluaskan bahan-bahan komunikasi,
informasi dan edukasi tentang peningkatan pemberian ASI serta sosialisasi
regulasi/kebijakan/peraturan mengharuskan adanya keterlibatan, faktor pendukung,
dan peran penting berupa media.
Pada
kedua regulasi tersebut terlihat adanya peran aspek komunikasi, media dan
agama. ASI eksklusif merupakan sesuatu yang universal dan dapat dikaji dalam
berbagai sudut pandang bidang keilmuan, seperti kesehatan, agama dan kebijakan.
Praktek
menyusui atau pemberian ASI merupakan bentuk perilaku kesehatan masyarakat.
Perilaku dalam Islam biasa disebut
sebagai akhlak
yang mencakup akhlak baik (terpuji) dan akhlak
buruk (tercela).
Adanya
kekuatan regulasi dalam PP nomor 33 tahun 2012 sejalan dengan berbagai definisi
diantaranya menurut Branston dan Stafford, Kalesaran, Isang
Gonarsyah, dan Stigler. Pada intinya regulasi ditujukan untuk melindungi
kepentingan dan memberikan manfaat bersama-sama yang lebih luas.
Pemberian ASI eksklusif tidak hanya
menjadi isu nasional, tetapi merupakan komitmen global. Berdasarkan
identifikasi terhadap peraturan perundangan yang ada terkait ASI eksklusif,
terlihat adanya kontrol pemerintah untuk mendukung ASI eksklusif. Selain dalam
bentuk peraturan perundangan, juga terdapat kebijakan dan program berbagai
peraturan perundangan bagai kebijakan dan peraturan perundangan Pemberian ASI,
khususnya di kementerian terkait, yaitu Kementerian Kesehatan dan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Berbagai
bentuk intervensi kontrol pemerintah dalam bentuk peraturan perundangan berupa
Undang-undang yang mendukung pemberian ASI adalah khususnya UU No. 49 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan merupakan landasan hukum bagi lahirnya Peraturan Pemerintah No.
33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif dan perlu dikaji kesesuaiannya.
Lahirnya PP tersebut dalam prosesnya mengalami kendala dan hambatan khususnya
dari dunia usaha/industri sehingga dimungkinkan dalam implementasinya juga
terdapat permasalahan.
Dalam PP
ini juga terdapat substansi yang memerlukan kajian dan tindak lanjut,
diantaranya adalah evaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI
Eksklusif di tempat kerja, penelitian dan pengembangan program ASI Eksklusif
yang mendukung perumusan kebijakan kabupaten/kota, pertimbangan norma agama, aspek sosial budaya, mutu, dan
keamanan ASI terkait pemberian ASI Eksklusif dari
pendonor ASI; tata cara pengenaan sanksi
administrasi bagi tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, tata cara penggunaan susu formula bayi dan produk bayi lainnya, dan tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui
dan/atau memerah ASI. Selain itu, implementasi kebijakan harus dilihat
sinergisitasnya dan tidak berbenturan dengan kebijakan atau peraturan lainnya
di tingkat perusahaan. Misalnya adalah ketentuan tentang jam kerja.
Aspek
kontrol dan pengendalian pemberian ASI Eksklusif tampak juga pada aktivitas
yang secara langsung disebut, diantaranya adalah pengaturan pemberian ASI,
advokasi dan sosialisasi, pembinaan, pengawasan, evaluasi, kerjasama, akses
terhadap informasi dan edukasi, kerja sama, dan ketentuan tentang sanksi,
dukungan masyarakat, ketentan pendanaan dan pembiaan dan penawasa, peran SDM di
bidang kesehatan, peran dan dukungan keluarga dan masyarakat, pengawasan
terhadap produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi
lainnya. Kontrol dan pengendalian merupakan bentuk sikap tanggung jawab. Dalam
PP 39 terdapat pembagian tanggungjawab kepada pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam program pemberian ASI
Eksklusif (pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 PP nomor 33 tahun 2012). Adanya
sanksi-sanksi juga merupakan bentuk upaya untuk mengontrol dan mengendalikan
atau membatasi meluasnya susu formula.
Kontrol
dan pengendalian merupakan aspek dalam dakwah Islam. Agama Islam sangat
menghendaki adanya kontrol dan pengendalian diri. Kontrol dan pengendalian diri
terhadap keinginan-keinginan duniawi yang berlebihan, pengendalian terhadap
berbagai hawa nafsu yang menyesatkan sehingga memberikan keselamatan,
kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup.
Regulasi diri dalam program ASI
Eksklusif diharapkan para pihak terkait dapat mendorong sepenuhnya untuk
keberhasilan program ASI Eksklusif. Dalam PP nomor 33 tahun 2012 regulasi diri
secara internal dapat ditujukan kepada berbagai sasaran, seperti ibu-ibu yang
diharuskan menyusui bayinya, tenaga kesehatan untuk konsisten mendukung
keberhasilan program ASI Eksklusif. Regulasi menunjukkan adanya
upaya untuk mengendalikan
perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan. Regulasi dapat
dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya pembatasan hukum diumumkan oleh
otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti
melalui asosiasi perdagangan. Regulasi diri jelas merupakan salah satu perwujudan dari nilai atau pesan
dalam dakwah.
Dalam kaitannya dengan
progarm ASI Ekslusif dapat diartikan sebagai pengendalian olah kelompoknya.
Pada indsutri media, jenis regulasi diri misalnya adalah adanya kode etik dari
para jurnalis itu sendiri secara independen atau oleh asosiasi industri media,
dewan pers, organisasi wartawan, organisasi media dan lain sebagainya. Pada
program ASI eksklusif, regulasi diri misalnya adanya organisasi Asosiasi Ibu
Menyusui Indonesia (AIMI). AIMI yang bergerak dalam sosialisasi, advokasi, konseling, pelatihan,
pendampingan dalam hal ASI
eksklusif. AIMI memiliki lalam web, jejaring sosial twitter,
facebook. Selain itu, juga dapat dilakukan oleh komunitas para pekerja. Sebagai
gambaran tentang AIMI, berikut disampaikan beberapa dokumen AIMI:
Aspek mekanisme pasar dan tuntutan masyarakat,
deregulasi, dan liberalisasi. Mekanisme pasar dan kebebasan tuntutan masyarakat
dalam kaitannya dengan program ASI Eksklusif adalah menyangkut pemberian susu
formula bagi bayi di atas 6 bulan. Melalui mekanisme pasar diharapkan
terjadinya keseimbangan, persaingan bebas dan adanya keadilan. Prinsip keadilan
merupakan bagian dalam ajaran Islam.
Dalam PP 39 nomor 33 tahun 2012 isi materi yang dapat
diidentifaksi berdasarkan klasifikasi jenis media berdasarkan kekuatan pada
mekanisme pasar, yaitu produk susu formula. Gencarnya promosi susu formula di
banyak media, khususnya media elektronik televisi menjadi penyebab rendahnya
cakupan angka pemberian susu formula. Oleh karena itu, mekanisme pasar tentang
susu formula perlu diperbanyak lagi aturan-aturan pengetatan, termasuk perlunya
tuntutan masyarakat melalui pemahaman dan peningkatan kesadaran arti pentingnya
pemberian ASI eksklusif melaui sosialisasi secara lebih luas ke seluruh lapisan
masyarakat.
Islam merupakan agama
persamaan dan keadilan. Allah SWT bersifat adil dan cinta keadilan dan mengasihi
orang yang bersifat adil. Banyak ayat al-Quran yang menyeru kepada keadilan dan
mencegah daripada bersifat zalim.
Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu semua
menjadi orang-orang yang menegakkan keadilan kerana Allah, lagi menerangkan
kebenaran, dan janganlah sekali-kali kebencian kamu terhadap sesuatu kaum itu
mendorong kamu kepada tidak melakukan keadilan. Hendaklah kamu berlaku adil
(kepada sesiapa jua) kerana sifat adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat mengetahui dengan mendalam
akan apa yang kamu lakukan” (Q.S. Al-Maaidah [5]: 8)
Dalam
sejarah perkembangannya perdebatan regulasi media telah menyentuh berbagai
aspek kehidupan, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan,
agama dan pertahanan keamanan. Begitu penting dan strategisnya peran media
sehingga diperlukan kontrol terhadap media melalui regulasi apapun bentuk dan
siapapun yang melakukannya. Dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kehidupan masyarakat terkadang membutuhkan juga suatu kebijakan deregulasi.
Pada titik keseimbangan tertentu regulasi terhadap media diharapkan akan dapat
lebih melindungi masyarakat umum, institusi/industri media publik dan
komersial, keluarga dan individu atau dengan kata lain membawa kemaslahatan
bagi umat secara keseluruhan.
Pembahasan
tentang ASI sangat penting mengingat manfaat dan pengaruh yang begitu besar
terhadap banyak aspek kehidupan. Tinjauan terhadap pemberian ASI secara
eksklusif dalam perspektif regulasi menurut klasifikasi oleh Branston dan
Stafford akan memperlihatkan sejauhmana kekuatan dan eksistensi regulasi baik
secara filosofis, historis (konstruksi dan rekonstruksi), politis, maupun
empiris. Regulasi pada dasarnya bersifat dinamis yang dalam perjalanannya
memerlukan revisi dan penyempurnaan, bahkan deregulasi mengikuti dinamika dalam
masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Efektivitas pada
akhirnya menjadi dasar untuk menilai seberapa lama suatu regulasi ideal untuk
dipertahankan. Dalam konteks PP nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif
jelas terlihat sebagai bentuk aplikasi tentang regulasi sebagaimana yang
ditulis oleh Branston dan Stafford dan berdasarkan berbagai definsi tentang
regulasi.
Lihat Q.S. Al Baqarah [2]: 233, Q.S. Lukman [31]: 14, dan Q.S. Al-Ahqaaf [46]: 15. Sedangkan dalam ayat-ayat
lain, seperti Q.S Annisaa [4]: 23, Q.S. Al Hajj [22]: 2, Q.S. Al Qashash [28]:
7, 12; Q.S An Nahl [16]: 66, Q.S. Al Mukminuun [23]: 21, dan Q.S. Muhammad [47]:
15, disebutkan tentang sepersusuan/menyusui/susu dalam konteks lain.
Secara
bahasa (lughatan), akhlaq
merupakan bentuk jamak dari Al khuluq, yang berarti ad din
(agama), tabiat, perangai, kelakuan, tingkah laku, matuah, adat kebiasaan, dan sebagai agama itu sendiri. Menurut Ibnul Arabi Al Khuluq
artinya muru’ah (kepribadian). Menurut istilah, akhlak adalah
sifat yang tertanam di dalam diri yang dapat mengeluarkan sesuatu perbuatan
dengan senang dan mudah tanpa pemikiran, penelitian dan paksaan. Al-Ghazali menyatakan akhlak ialah suatu keadaan
yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan-perbuatan dengan senang
tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Apabila perbuatan yang muncul itu
baik dan terpuji menurut syara dan akal, maka perbuatan itu disebut akhlak yang mulia. Sebaliknya jika muncul perbuatan yang buruk, dinamakan
sebagai akhlak yang buruk. Baca Farid Nu’man, “Akhlak”, http://kipsi.wordpress.com/2009.
Menurut Farid Nu’man, pembicaraan tentang akhlak bermuara pada kondisi
jiwa manusia yang ditampakkan oleh perbuatan mereka, yang didasarkan oleh
pemahaman agama, Al Quran, dan ketaqwaan