Minggu, 05 Maret 2017

TAROMBO OMPU NIOMPU LUBIS PAKANTAN
Opung Moyang H.M. Nasir vs Rusiana
1.       Mahmud, brandan
2.       Kari hamzah
3.       Sutan kasha
4.       Sri maana
5.       Nurmiah, pakantan Maramompang
6.       Nur aini
7.       Ummi kalsum

a.Mahmud VS …
1.       Sapiatun
2.       Peah
3.       Fadil
4.       Jamilah
5.       Mauled
6.       Butet, guru sd
b.Karihamzah vs Fatimah
  1. M. Nasir
  2. Suhri
  3. Awal djubri
  4. Rahmat syah

c. sutan kasha vs bu Jawa
  1. ucok, dume
  2. M. Nasir,dume
  3. Sumiati, oluk pasar
  4. Erna wati dume
  5. Nurdil alm.
  6. m. Yamin alm.
  7. Nur jannah
  8. Pahmi kt. nopan

d. Sri maana vs …
1.       lokot
2.       Bidor
3.       Rosmina
4.       Sahdan
e. nurmiah vs Bastari Lintang
1.       amal bakri, Dume
2.       maurni ati
3.       yursa, umang bg sasir garepes
4.       idar
5.       pendi
6.       amrin
7.       ahmad
8.       adi
9.       ilyas
f. Nuraini vs …
1.       farida
2.       butet, sukaramai
3.       antok, Malaysia
4.       agus
5.       titi
6.       lolom
7.       alm. Siantar
8.       nilam  
Ummi kalsum vs …
1.       erman
2.       Ibrahim
3.       Butet, pedal
4.       Keneng
5.       Tulng ucok
6.       Kecil
7.       Ros
8.       Sawal
9.       Lena
Fatimah, opung gandak vs  Abd. Qodir. Tukang gambar
  1. Mahyar > bg Lukman
  2. Indun> Ida, Kunni, Ahmad, Aser
  3. Samsi
  4. Sanusi


Memimpin Doa Di Kala Sakaratul Maut

Memimpin Doa
Di Kala Sakaratul Maut



Lantunan ayat-ayat suci Al-Quran terdengar syahdu menyentuh dan menggetarkan kalbu, terlebih lagi dibacakan pada dini hari pukul 01.15 WIB di Bangsal Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum (RSU) Medan. Apakah ini pertanda masih ada iman di hatiku? Karena  Allah Swt telah mengingatkan dalam firman-Nya;
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal” (QS. Al-Anfal [8]:2).
Usman adalah sahabatku berasal dari kampung yang sama dan cukup jauh dari Medan. Pada malam itu sedang menjaga Ayahnya di RSU Medan yang kamarnya bersebelahan dengan kamar Abangku yang terbaring dirawat di RS yang sama, sedang penyembuhan pasca operasi usus buntunya. Usman adalah putra ketiga  H. Abdurrahman  sebagai Imam Besar di Masjid Jami’ Nurul Hidayah Kabupaten tempat ia tinggal di kawasan Sumatera Utara, sebab itu kami memanggilnya Pak Imam.
Usia Pak Imam mencapai 80 tahun merupakan umur yang cukup dan sudah melampaui usia Nabi Muhammad Saw yaitu 63 tahun. Pada waktu mudanya Pak Imam berdagang hasil bumi yang ia kumpulkan dari pedagang-pedagang kecil. Mengingat usianya yang kian lanjut, maka beliau menghentikan usahanya dan lebih berkonsentrasi pada kegiatan sosial kemasyarakatan terutama bidang keagamaan.
Beliau mempunyai lima orang putra dan putri. Salah satu putranya yaitu yang bungsu bernama Azman, seorang dokter yang sedang meneruskan program lanjutan spesialis penyakit dalam. Malam itu sedang bertugas sebagai Ketua Bangsal tempat Ayahnya terbaring sakit.
Kesehariannya, Pak Imam bukanlah seorang yang ahli berdakwah seperti ustaz-ustaz di televisi, bahkan beliau banyak diam daripada bicara karena sering terbenam dalam zikir kepada Allah Swt. Namun beliau mampu memberikan pencerahan atau penjelasan manakala ada yang bertanya tentang hukum-hukum agama berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. Talenta untuk menekuni bidang agama tersebut, sebenarnya mengalir dari ayahnya atau kakek Usman yang juga sebagai seorang ulama besar di daerahnya dan pernah bermukim di Makkah Al-Mukarramah.
Pak Imam adalah seorang yang sangat bersahaja, sehingga sebutan Imam Besar dari Kabupaten untuk beliau tidak diketahui oleh keluarganya, karena beliau merasa kecil di hadapan manusia, terlebih lagi dikala bersimpuh di hadapan Allah Swt. Serban kebesaran hanya dipakai manakala memimpin salat Idul Fithri dan Idul Adha saja.
Sakit yang diderita Pak Imam adalah katub bilik jantung bocor. Ia dirawat di ruang khusus penyakit dalam. Segala kemudahan dalam perawatan diperoleh oleh Pak Imam berkat posisi putranya sebagai Kepala Bangsal tempatnya dirawat.
Pak Imam berangkat dari kampung menuju Medan ba’da salat Jumat dan pada hari Sabtu siang diopname di RSU Medan. Putra-putrinya sudah meminta kesediaan Pak Imam agar mau berobat ke Jakarta, tapi Pak Imam menolak. Ibunda Usman mengamini putusan suaminya dan berpesan kepada anak-anaknya agar menuruti kemauan Ayahnya.
Begitu cepat penurunan fisik Pak Imam sejak hari Senin dan  Selasa malam sudah semakin melemah. Padahal menurut perkiraan dokter internist yang merawatnya masih 90 persen kondisi baik. Semua ini merupakan ketetapan Allah Swt, manusia hanya sebatas berdoa, berencana dan berusaha merealisasikan keinginan mereka.
Pukul 01.15 WIB, Rabu dini hari di tengah dinginnya malam, terdengar suara lirih Pak Imam memanggil Usman. “Usman, kumpulkan seluruh keluarga yang hadir. Pimpinlah pembacaan surat Yasin bersama”, katanya. Secara perlahan dalam kondisi berbaring, Pak Imam menggerakkan tubuhnya menghadap ke sebelah kanan di samping Usman yang duduk di kursi yang tersedia untuk memimpin pembacaan surat Yasin yang diminta Ayahnya.
Pada saat pembacaan surat Yasin berlangsung, saya sedang di depan kamar rawat Pak Imam. Surat Yasin dilantunkan dengan tartil dan khusuk di ruangan rawat inap dan diikuti oleh sanak keluarga. Ternyata Pak Imam turut serta bersama-sama melantunkan surat Yasin dengan lancar namun mata terpejam dipandu oleh Usman. Ternyata Pak Imam yang sedang sakit berat dapat melafalkan surat tersebut dengan baik, mungkin selama hidupnya Pak Iman mendawamkan pembacaan surat Yasin dan surat-surat lainnya. Setiap hari beliau mengulang-ulang hafalannya.
Sesekali Usman memandang ke wajah Ayahnya yang agak pucat dengan infus di  tangan kanannya. Butir-butir keringat keluar di dahinya yang dingin. Tampak rasa sakit yang diderita, namun dihadapi dengan sabar karena tidak terdengar rintih kesakitan sedikit pun, hanya gerakan mulut dan suara yang rendah terdengar mengikuti alunan pembacaan ayat-ayat firman Allah.
“Apakah Ayahanda sedang berjuang dengan sakaratul maut?” Pertanyaan itu terbetik sekilas dalam benak Usman. Tapi segera dialihkan kembali matanya ke surat Yasin yang berada di tangannya agar tidak keliru membaca.
Pembacaanpun usai. Perlahan-lahan Pak Imam mengubah posisi tidurnya dengan telentang, wajahnya menghadap ke atas langit-langit kamar RS. Matanya terpejam. Tampak butiran keringat makin banyak di dahinya dan setitik air mata juga ikut jatuh dari mata yang terpejam itu. Adik perempuan Usman segera menyeka muka beliau dengan handuk kecil.
Sebagai seorang muslim, memang harus mendawamkan membaca Al-Quran walau hanya satu ayat setiap hari, termasuk mengartikan maknanya. Jangan sampai Al-Quran hanya dibaca sewaktu ada yang sedang sakaratul maut dan hanya surat Yasin saja, padahal Al-Quran mengandung 114 surat. Pak Imam telah membiasakan membaca Al-Quran sejak kecilnya dan pada akhir hayatnya merupakan review dari kehidupan keseharian beliau.
Sambil sedikit membuka matanya dan memandang Usman, dengan suara rendah tapi berat beliau  berkata; “Usman, tolong seluruh sanak keluarga yang hadir di sini berkumpul mendekat, aminkan doa saya.” Segera Usman meminta kepada semua sanak saudara untuk berkumpul mendekat, termasuk juga yang masih berada di luar kamar RS. Kedua tangan Pak Kiai bergerak memberikan isyarat bahwa ia akan mulai berdoa:
“A’u zubillahi minasysyaitonir-rojim, bismillahir-rochman nirrochim. Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamin, hamdan syakirin hamdan na’imin. Hamdan yuwaafii  ni’amahu wayukaafi mazidahu, ya Rabbana lakal hamdu kamaa yanbaghii li jalaali wajhika wa ‘azhiimi sulthaanik. Allahumma shalli wa sallim ‘alaa sayyidina muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi ajma’iin”
Ia diam sebentar. Ia lanjutkan doanya dengan suara bergetar; Ya Allah …. yang Maha Pengampun, ampunilah segala dosa kami dan anak cucu serta keturunan kami. Ampunilah pula dosa kedua ibu bapa kami.Ya Allah Ya Rochmaan ….. Berikanlah kami rezeki yang berlimpah semata-mata adalah untuk menjadi ahli sadaqoh dan beribadah kepada-Mu. Bimbinglah kami dan anak cucu serta keturunan kami untuk ditetapkan dalam Iman dan Islam, diberikan kekuatan dan keselamatan, dipanjangkan usia dalam taat senantiasa berada dalam lindungan-Mu.”
Ia berhenti berhenti sebentar. Tarikan napas yang berat dari dadanya, ia lalu melanjutkan:   ”Ya Allah…. Ya Rachiim, jadikanlah anak cucu serta keturunan kami kelak laksana mutu manikam dalam lautan kehidupan sebagai anak yang sholeh dan sholeha, taat dan tunduk dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama-Mu. Jadikanlah anak cucu serta keturunan kami menjadi anak-anak yang menyenangkan dan menyejukkan hati kami.“

Dilanjutkannya doanya dalam bahasa Arab sesuai tuntunan Rasulullah Saw, kemudian ia tutup; ”Rabbanaa aatinaa fid dunya khasanah wa fil aakhirati khasanah wa qinaa ‘azaaban naar, Amin ya Rabbal ‘alamiin.”



Panggilan Kematian ...