Rabu, 14 Desember 2016

URGENSI ILMU DALAM KEHIDUPAN


URGENSI ILMU DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

           
Bumi tanpa cahaya matahari akan terasa hampa, hambar laksana makanan tanpa garam dan kehidupan akan menemui kebinasaan. Begitulah ibarat hati manusia, tanpa cahaya ilmu hati akan berkarat sakit dan mati.  Begitu pentingnya ilmu dalam kehidupan. Di dalam hati seorang yang sakit, terdapat dua kecintaan dan dua penyeru. Kecintaan terhadap syahwat-syahwat, mengutamakannya dan semangat untuk  melampiaskannya. Terdapat penyakit hati yang bersemayam yakni hasad, sombong, bangga diri, suka popularitas dan suka membuat kerusakan di muka bumi dengan kekuasaannya.
            Dalam riwayat lain disebutkan bahwa “al-‘ilmu nurun” ilmu itu cahaya yang dapat menyelamatkan seseorang dari kesengsaraan. Dia akan diuji di antara dua kecendrungan kepada Allah dan Rosul-nya serta negeri akhirat dan yang mendorong  kepada kenikmatan dunia yang fana. Maka dia akan menjawab seruan itu mana yang paling dekat dengannya.
            Seorang yang hatinya mati (berkarat), dia tidak tahu tentang Rabb-nya, tidak menyembah-nya, tidak mencintai apa yang dicintai-nya dan tidak mencari ridlo-nya. Tetapi dia hanya menurti ambisi syahwat walaupun di sana akan mendatangkan kemarahan rabb-nya. Dia tidak peduli apakah rabb-nya ridlo atau murka yang penting dia telah melampiaskan syahwat dan keinginannya.
            Rasa cinta, takut, pengharapan, keridloan, kemarahan, pengagungan, dan kerendahan dirinya diperuntukkan kepada selain allah. Jika cinta, benci, memberi dan tidak memberi karena hawa nafsunya. Hawa nafsunyalah yang paling dia utamakan dan paling dia cintai dibanding keridoan Allah ta’ala. Maka sering kita melihat ada orang yang hilang arah dalam kehidupannya. Jadilah hawa nafsu sebagai pimpinannya, syahwat sebagai penuntunnya, kebodohan sebagai pengemudinya dan lalai sebagai kendaraannya.
            Sebagai hati yang disinari oleh cahaya ilmu dan disirami sejuknya ilmu, penyakit-penyakit yang berkarat di dalam hati akan terkikis dan sirna, jadilah hati tersebut bersih, sehat dan selamat. Inilah yang dijelaskan Allah SWT sebagai qolbun salim (hati yang selamat). Sebagaimana firman Allah SWT dalam penghujung QS. Al-Fajr :

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾ فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ﴿٢٩﴾ وَادْخُلِي جَنَّتِي 

27. Hai jiwa yang tenang.
28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
29. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
30. Masuklah ke dalam syurga-Ku.
            Hati yang selamat adalah hati yang selamat dari setiap syahwat yang selalu menyelisihi perintah dan larangan allah, selamat dari setiap syubhat (bid’ah) yang merancukan wawasannya, selamat dari kesyirikan dan selamat dari berhukum kepada selain rosul-nya.
            Dia selalu mengutamakan keridhoan-keridhoan Rabb-nya dengan segala cara. Rasa cinta, tawakal, taubat, takut, pengharapan dan amalannya ikhlas hanya untuk Allah. Jika dia cinta, memberi dan tidak semuanya karena allah ta’ala. Seorang yang mempunyai hati inilah yang selamat pada hari kiamat.
            Allah berfirman : “pada hari yang tidak bermanfaat harta tidak pula anak kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat” (Q.S. Asy-syu’ara : 88 – 89). 
Lebih Jelasnya dapat dilihat di bawah ini. Surah ini disebut ayat Makkiyyah; surah ke 26: terdiri dari 227 ayat:
tulisan arab alquran surat asy syu'araa' ayat 83-89

“83. (Ibrahim berdoa): “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku Hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, 84. dan Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) Kemudian, 85. dan Jadikanlah aku Termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, 86. dan ampunilah bapakku, karena Sesungguhnya ia adalah Termasuk golongan orang-orang yang sesat, 87. dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, 88. (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, 89. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” (asy-Syu’araa’: 83-89)
 
            Demikian keadaan hati yang tidak disinari dan hati yang selalu disinari dan disirami cahaya ilmu. Jelaslah bahwa ilmu itu sebagai obat penyakit yang ada pada dada manusia. Allah ta’ala berfirman : “wahai manusia sesungguhnya telah datang kepada kalian, pelajaran dari Rabb kalian dan penyembuh bagi penyakit (yang ada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”(Q.S. Yunus : 57).
            Dari hal tersebut pelajaran/ilmulah  yang mrnjadi sebagai obat dari kebodohan dan penyelewengan hati. Sesungguhnya kebodohan itu adalah penyakit, obatnya adalah bimbingan’. Demikian yang dilukiskan dalam penafsiran al-allamah Ibnu Qoyyim al-jauziyah rahimahullah (lihat kitab mawarid hal 45).
            Dengan ini wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-laki atau perempuan, budak maupun orang merdeka untuk menuntut ilmu. Sebagaimana sabda rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, “menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim” (diriwayatkan oleh imam Ahmad, Ibnu Majah dan dihasankan oleh Imam al-Mizzy).
            Kemudian apakah sebetulnya yang dimaksud dengan ilmu yang disebutkan dalam al-Quran dan Hadits tentang keutamaan dan kedudukan orang yang memiliki keluasan ilmu. Al Imam Ibnu Hajar al-Atsqolani rahimahullah menafsirkan ayat yang dibawaka oleh al-imam Bukhori dalam shohihnya “bab keutamaan ilmu” : “katakanlah (wahai Muhammad) ya Rabbku tambahkanlah kepadaku ilmu” (qs Thoha : 114)
            Beliau (Ibnu Hajar) berkata : “ini dalil yang sangat jelas tentang keutamaan ilmu, karena Allah tidak pernah menyuruh Nabi-nya Muhammad shalallahu’alaihi wasallam untuk meminta tambahan kecuali dengan tambahan ilmu. Maksud ilmu tersebut adalah ilmu syar’i, yang berfaedah memberi pengetahuan apa yang wajib atas setiap mukallaf (muslim dan muslimah yang baligh) tentang perkara agama, ibadah dan muamalahnya. Ilmu mempelajari tentang Allah dan sifat-sifat-Nya dan apa yang wajib dia lakukan dari perintah-Nya serta mensucikan-Nya dari sifat-sifat-Nya dan terhadap yang tercela. Poros dari semua itu adalah ilmu tafsir, ilmu hadits dan ilmu fiqh” (lihat kitab fathul baari syarah shohih bukhari 1/40).
            Maka ilmu yang wajib kita pelajari adalah ilmu yang mempelajari tentang Allah, Rasul-nya, agama-nya dengan dalil-dalil (lihat kitab al-Ushuluts Tsalatsah karya syaikhul islam Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali at-Tamimi Rahimahullah hal 1-3).
            Belajar ilmu yang dimaksud di atas, harus bersumber dari al-Quran dan Hadits sesuai dengan pemahaman salaf (para sahabat nabi shalallahu’alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik). Sebagian ahlul ilmu (para ulama) sepakat : “ilmu adalah firman Allah dan sabda rasul-nya serta perkataan para sahabat tiada keraguan padanya”(lihat Bahjatunnadlirin syarah Riyadlus Shalihin karya syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali juz 2 hal 462).
            Al-Imam al-Auza’i berkata: “ilmu adalah apa yang datang (bersumber) dari sahabat-sahabat Muhammad shalallahu’alaihi wasallam dan sesuatu yang tidak datang dari mereka, maka itu bukan ilmu.” (di jelaskan oleh Ibnu Abdilbar dalam kitab al-Jaami’ 2/29)
            Al-Imam Abu Muhammad al-Barbahari rahimahullah menyatakan: "bahwa al-haq (kebenaran) adalah apa yang datang dari sisi Allah Azza wa Jalla, as-sunnah: sunnah (Hadits) rasulullah Muhammad shalallahu'alaihi wasallam dan al-Jama'ah: kesepakatan (ijma') para sahabat-sahabat shalallahu'alaihi wasallam pada khalifah Abu Bakar, Umar, dan Utsman." (syarhus Sunnah hal 105 no. 105).

Kesimpulan
            Tuntutlah ilmu, maka sesungguhnya ilmu sebagai obat dari kebodohan dan penyelewengan hati. Bersemangatlah, carilah dari ulama ahlus sunnah wal jama'ah yang berpedoman kepada al-Quran dan al-Hadits dengan pemahaman salaf (para sahabat rasulullah shalallahu'alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik). Hati-hatilah dari ahlul bid'ah yang mendahulukan akalnya ro'yu (pikiran), qiyas (yang bathil), perasaan dan ta'wil dalam memahami/menafsirkan al-Quran dan al-hadits (lihat syarhus sunnah dan muqodimah kitab shohih muslim).
            Sebagaimana himbauan seorang ulama dari kalangan tabi'in Muhammad bin Sirrin rahimahullah : "sesungguhnya ilmu itu adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian."(diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam muqodimah kitab shohihnya 1/14).
Wallahu ta'ala a'lam bis sowab...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar